Sabtu, 07 November 2020

Untold Story - Teknik Kimia ITS


Cerita yang ditulis ini bukanlah sebuah cerita romantis uwu-uwu seperti yang sering muncul di algoritma media sosial kalian, namun hanya dituliskan karena beberapa waktu terakhir tiba-tiba terpikirkan kembali oleh penulis. Kejadian ini adalah murni terjadi tanpa pengarangan, kalaupun ada bagian ragu, penulis tuliskan asumsi-asumsi yang muncul di pikiran sendiri. Nama tempat yang ditulis juga diriset ulang untuk memastikan kebenarannya.

27 April 2019, Pukul 11.45 tepat, bila mengintip dari gelang pintar yang hanya kusimpan di saku depan kemeja, peserta UTBK meninggalkan ruangan lab S2 Departemen Informatika ITS dan mengambil tas masing-masing. Menerobos lorong di antar-gedung bermodal pemahaman mengintip peta menuju masjid kampus Manarul Ilmi. Kemampuan mengira-ngiraku gagal, aku tersesat ke beberapa tempat yang bahkan bukan jalur sebenarnya.

Sekadar informasi saja meskipun akhirnya juga tak paham. Mungkin bagi arek ITS, jalur yang kulewati bisa saja salah. Aku hanya mencoba mengingat jalan yang dulu pernah dilewati saat tersesat dan jalur yang seharusnya dilewati dengan berjalan kaki.

Jalur cepat : Departemen Informatika – Perpustakaan ITS – Plaza dr. Angka – Taman dr. Angka – Manarul Ilmi

Yang aku lewati : Departemen Informatika – Sistem Informasi – Pascasarjana – (putar balik) – Sistem Informasi – Teknik Perkapalan – Teknik Kimia – (putar balik) – Perpustakaan – (putar balik ke Teknik Kimia) - Teknik Fisika – Teknik Geofisika – ITS Career – Taman dr. Angka - Manarul Ilmi

Aku menceritakan alasan kenapa aku putar balik kembali ke Teknik Kimia setelah merasa salah arah di sana. Kejadian ini terjadi sekitar pukul 12.10. Aku benar-benar ingat karena baru beberapa saat menengok Mi Band yang aku kenakan. Di sebuah tempat, kalau tidak salah di sekitar perpustakaan ITS. Seorang perempuan sedang panik mencari-cari arah, kemudian menghampiriku yang sebenarnya juga sedang kebingungan. Dia menghampiriku kemudian dengan lembut bertanya padaku sambil menunjukkan kartu ujiannya.

“Maaf, Mas. Teknik Kimia di mana, ya?”

Aku yang baru saja tersesat di sana kemudian membantunya. Aku lupa apakah aku yang menawarkan diri atau dia yang meminta untuk diantarkan ke sana sehingga akhirnya putar balik ke tempat yang sudah aku lewati tadi. Dia minta maaf kalau saat itu merepotkanku, aku hanya menjawab tak mengapa karena aku ada di sesi pagi. Di tengah perjalanan itu aku sempat melirik ke arah kartu ujian di dalam map transparan yang ia peluk. Namanya Nabilah, kalau tidak salah aku mengingatnya.

Versi lain dari ingatanku, aku mengaku kalau saat itu lokasi ujianku ada di Teknik Kimia sehingga langsung pergi bersama. Kami mengejar waktu hingga sampai ke lantai empat gedung N (gedung Departemen Teknik Kimia) tanpa banyak bicara satu sama lain. Dia langsung pergi ke lab yang tertera di kartu ujiannya, sedangkan aku mampir sejenak ke toilet tanpa alasan. Tidak sedang kebelet juga saat itu. Dua sampai tiga menit berlalu, aku keluar dari toilet dan melihat para peserta sudah masuk ke ruang ujian. Aku kembali turun dan menyusuri lagi rute baru sebagai kemungkinan untuk menuju tujuanku, masjid Manarul Ilmi. Aku menghindari lagi bertemu dia.

Kalau ditanya apakah perempuan yang aku antarkan ini berparas geulis, aku sendiri saja sudah lupa. Kisah ini terlintas dalam benak setelah setahun lebih. Mungkin kalau ditanya beberapa pekan setelah itu aku masih bisa menggambarkannya. Aku tak akan mencarinya, mungkin juga dia sudah tidak mengingatnya. Mencari seseorang bermodal nama yang lupa-lupa ingat dan jumlahnya bisa jutaan di seluruh negeri atau bahkan hanya di Jawa Timur dan lingkup Surabaya, adalah hal yang mustahil. Aku hanya mencoba mengingat alasan mengapa aku sampai mau mengantarkannya kala itu?

Previous Post
Next Post

0 komentar: