Jumat, 05 Juni 2020

Bandung, Kota Impianku (2/2)

Setelah sebelumnya penulis membahas tentang bagaimana penulis mempertimbangkan pilihan dalam memilih jurusan dan kampusnya, di artikel lanjutan kali ini penulis akan membahas hal apa saja yang bisa jadi acuan dalam memilih kota tujuan berikutnya. 

Kuliah tidak hanya sekedar tentang akademik ataupun kegiatan perkampusan, namun juga menjadi momentum pembelajaran hidup dengan suasana lingkungan yang berbeda. Lalu, bagaimana penulis akhirnya menjatuhkan pilihan di kota ini?

Penulis mulai jatuh cinta dengan kota ini sejak pertama kali menginjakkan kaki di sini, tepatnya saat study tour Tsanawiyah di Trans Studio Bandung tahun 2015 (TSB resmi tahun 2011, saat itu masih hype). 

Sarapan dan makan malam di RM. Sukahati Cinunuk Cileunyi, berlanjut ke Museum Geologi, bermain di TSB, dan mengakhiri hari berbelanja di Cibaduyut. Bahkan beberapa puisi awal yang pernah ditulis terinspirasi dari kota ini (#BandungInspiringMe).

Terlepas dari itu, ada beberapa aspek yang menjadi pertimbangan ketika melihat kota tujuan berikutnya, yang disebut sebagai "kota impian".

1. Program Studi dan Universitas

Aspek tersebut sudah pernah dijelaskan di artikel sebelumnya. Tetapi, bukan faktor itu saja yang menjadi pertimbangan dalam memilih kota impian. Ada juga faktor lain yang perlu dilihat, yakni perguruan tinggi "tetangga". Bisakah mereka "menolong" dalam menuntut ilmu di kota orang?

Dalam kasus penulis di Bandung, adanya kampus besar seperti Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Padjajaran (UNPAD), dan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan dengan tidak mengecilkan kampus lain, juga banyaknya kampus swasta bagus (dari sisi pemeringkatan kampus, fasilitas, dll. dalam kasus penulis adalah kampus berbasis IT atau penyelenggara jurusan IT), maka bisa dipastikan akan sangat mendukung dalam atmosfer belajar terkhusus di bidang IT.

2. Lokasi kota yang Strategis dan Bisa menjadi Rujukan

Bandung dikenal sebagai salah satu pusat industri kreatif di negeri ini. Tak heran mengapa penulis memilih kota ini sebagai tempat merantau berikutnya. Dengan bertemu orang-orang hebat, penulis berharap dapat menemukan pengalaman dan wawasan baru.

Lokasi yang strategis, yang dimaksud penulis adalah merupakan pertengahan antara daerah asal dan ibukota. Mengapa Jakarta? Banyak penyelenggaraan acara, seminar, pameran, dan sejenisnya yang diselenggarakan di Jakarta. Dengan akses yang dekat tersebut, penulis berharap bisa mudah dalam mobilitas ke ibukota.

Banyaknya penyelenggaraan seminar dan workshop tentang IT di Bandung, dibarengi dengan komunitas yang cukup banyak dan variatif menjadikan penulis mempertimbangkan kota ini. Penulis menggunakan dua variabel rujukan dalam menentukan kota pilihan. Yaitu beberapa situs dan akun sosial media yang berfokus menginformasikan event IT, dan juga fasilitas terkait (Coworking, penyelenggaraan kursus, dll.). Pengamatan di situs dan akun sosial media mengukur seberapa sering diselenggarakannya acara IT di kota tersebut, walau penulis menyadari bahwa hal tersebut agak subyektif dan tidak dapat akurat sepenuhnya.

3. Infrastruktur Kota

Infrastruktur kota bagi penulis dibagi dua, yakni penunjang mobilitas belajar dan penunjang kota umum.

Penunjang mobilitas belajar, selain banyaknya tempat yang mendukung untuk belajar (Coworking space, dll.) juga hal-hal mendasar yang terkait dengan pembelajaran. Adanya toko buku/pasar buku yang cukup lengkap (di Bandung terdapat pasar buku Palasari, toko buku branded juga tersedia di penjuru kota), transportasi umum yang bisa diandalkan (paling tidak saling menghubungkan antar-kampus atau tempat umum lainnya), ataupun pendukung kegiatan komunitas (Techno Park, dll.).

Sedangkan penunjang kota umum, penulis definisikan adalah terkait dengan kebutuhan dasar dan hiburan. Banyaknya mal yang bertebaran di setiap wilayah kota, pilihan bioskop memadai, tempat olahraga umum, tempat-tempat menarik untuk sekedar jalan menikmati kota, dan hal-hal sepele semacam taman kota ataupun pedestrian yang nyaman.

Apakah Bandung memenuhi semuanya? Tidak ada kota yang sempurna. Bandung dengan segala kekurangannya adalah hal yang patut disyukuri. Syukur adalah kunci karena tanpa itu pada akhirnya malah menimbulkan ketidaknyamanan. Iya, Bandung adalah kota termacet di Indonesia, tapi apakah kita nggrundel karenanya? Tidak. Bagi penulis, justru yang membuat kita nyaman ketika menjelajah sebuah kota adalah memahami setiap kekurangannya dan menikmati segala keindahannya.

4. Prospek Kerja

Biasanya kota berbasis industri memiliki prospek kerja yang lumayan tinggi, maksud prospek bagi penulis adalah banyaknya lowongan yang tersedia di satu daerah tersebut. Bandung adalah salah satu dari kriteria tersebut, banyaknya perusahaan IT yang mendirikan kantornya di Bandung dan dibantu dengan kebijakan pemerintahnya (dalam kasus penulis, Bandung dicanangkan menjadi smart city) akan memaksimalkan peluang yang ada.

Selain itu, dengan lingkungan yang mendukung juga dapat membantu mewujudkan ide besar dalam membangun sebuah startup. Dikelilingi lingkungan akademik yang mendorong ke arah tersebut, kebijakan pemerintah, dan penyuntikan dana akan menumbuhkan startup-startup yang dapat berkontribusi bagi kemajuan bangsa Indonesia.

Walaupun begitu, pilihan untuk kembali ke kampung halaman adalah sebuah impian. Suatu hari, berharap bisa kembali. Namun begitu, apa salahnya melirik kesempatan di kota impian atau bahkan bisa berjodoh dengan salah seorang penduduknya? *ups

5. Komunitas

Banyaknya kampus-kampus penyelenggara jurusan IT dan berkembangnya komunitas-komunitas yang mendalami bidang IT dapat membantu dalam mengembangkan jaringan pertemanan dan skill. Melalui training dan workshop yang diselenggarakan, diharapkan dapat menambah wawasan dan kemampuan. Jaringan pertemanan yang luas juga dapat membantu dalam masalah pekerjaan atau sekedar tugas koding dari perkuliahan.

Adanya kampus-kampus besar, aksesibilitas mudah, dan lingkungan yang mendukung dapat mengembangkan keberadaan komunitas, dimana diri bisa ditempa dalam skill, memperluas jaringan pertemanan dari kampus-kampus lain, dan bersosialisasi dengan berbagai perbedaan. Itulah harapan penulis ketika menginjakkan kaki di Bandung.

6. Sosial Budaya Masyarakat

Hal ini merupakan bagian paling subyektif dari pembahasan ini. Sebagian besar dari kalian mungkin berkeinginan agar dapat berkumpul atau berada di lingkungan yang seragam dan searah. Tapi, bagi penulis yang menginginkan pengalaman baru di tanah orang adalah salah satu tujuan pembelajaran hidup.

Bandung dipilih karena kita tahu mayoritas penduduknya adalah orang Sunda, dari latar belakang Jawa tentu akan ada perbedaan-perbedaan yang bisa menjadi wawasan dan pengalaman yang menarik. Belajar bahasa Sunda, mengenali karakter orang-orangnya, bagaimana adat dan tata kramanya, dan lain sebagainya. Penulis menyebutnya sebagai faktor sosbud.

Selain faktor sosbud, ada yang penulis sebut sebagai faktor religius. Banyak yang berpesan kepada penulis agar tidak terjebak pada pemahaman-pemahaman yang bertentangan dengan apa yang sudah dipelajari selama ini. Ya, mereka tak salah, tapi yang membuat penulis memilih kota ini adalah "menjadi minoritas". Di kota asal yang biasanya malam Jumat selalu berkumandang tahlil dan surah Yasin, di kota ini mungkin hanya bertemu di sudut-sudut tertentu saja. Setiap subuh yang terbiasa membaca Qunut, kali ini bahkan hampir tidak pernah. Namun bagi penulis, masalah khilafiyah masih tak mengapa.

Faktor ekonomi juga tak boleh dilupakan. Bagaimana kita mengatur keuangan kita agar tetap bisa bertahan hidup di kota besar. Gaya hidup yang mewah dan hedonis memang berakibat pada membengkaknya pengeluaran. Tentang berapa cost life yang harus dikeluarkan, bagi penulis adalah bagaimana individu tersebut dapat menahan diri dari segala tawaran menggiurkan dari sebuah kota metropolis.

Bandung, dengan segala fasilitas yang mendukung. Dari sekedar bioskop, restoran ternama, bahkan night life sebagai pelarian kehidupan adalah gambaran betapa mudahnya kita menemukan apa yang kita mau, tapi bukan berarti apa yang kita inginkan adalah apa yang kita butuhkan. Memang, Bandung terlihat mahal, tapi semakin kita terlena akan kelengkapannya maka semakin mahal biaya hidup kita.

Bagaimana dengan kamu? Mungkin saja kamu mendamba kota lain, penulis tidak memaksamu untuk melanjutkan pilihan di kota ini (tambah macet euy). Tapi, kalian dapat menggunakan variabel-variabel di atas sebagai perbandingan dalam memilih kota yang ingin kalian tuju. Esensinya, di manapun kamu berada tetaplah bagian dari Indonesia.

Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung.

Dan pesan terakhir, dengan segala yang tersedia jangan sampai kamu lupa tujuanmu ke sana. Belajar dan menggapai cita-citamu. Selamat berjuang dan banggakan mereka yang mengharapkan kesuksesanmu!

Caraku Menentukan Jurusan dan Perguruan Tinggi (1/2)


Masa-masa seperti ini biasanya siswa kelas XII sudah dipusingkan dengan berbagai macam ujian. Yang di depan mata selain Ujian Nasional (katanya mau dihapus tahun depan ya? Halah paling biasanya cuman ganti nama, esensi masih sama) adalah seleksi masuk Perguruan Tinggi (bagi yang mau kuliah, kalau mau ke KUA mending baca buku bab pernikahan aja deh hehe). 

Penulis akan membahas panjang lebar tentang cara penulis memilih jurusan dan kampus yang tepat, agar kita tidak terlalu kecewa dan akhirnya pindah. Tentu merepotkan, bukan?

Ada tiga tahapan yang dilakukan dalam memilih jurusan dan kampus yang diharapkan, yakni MinatJurusan, dan Kampus.

1. CARI TAHU APA YANG MENJADI MINATMU

Ini penting sekali! Sebab biasanya banyak yang hanya sekedar asal memilih, yang penting lolos. Sangat beresiko, sebab di tengah jalan kalian akan merasakan ketidakcocokan dan berdampak kalian merasa bosan dan lelah dalam menjalani perkuliahan. 

Ekspektasi kalian tak seindah realitas. Tidak seratus persen salah, tapi kesalahan ini banyak terjadi dan tidak disadari. Maka itu, hal pertama yang harus dilihat adalah "minatmu kemana?"

Ada banyak cara untuk ikhtiar menemukan jawaban ini. Penulis membaginya menjadi dua, yakni sisi obyektif dan subyektif. Secara obyektif, kalian bisa melakukan tes bakat minat yang tersedia banyak secara online maupun offline. Penulis sendiri saat itu menggunakan fitur tes kepribadian dan bakat minat dari Youthmanual (sekarang Rencanamu.id). Berbayar memang, tapi untuk hal semacam ini yang berkaitan langsung dengan investasi masa depan masa nggak mau berkorban?

Selain tes bakat minat, kalian juga bisa melakukan screening keunggulan melalui nilai rapor. Ini bisa jadi patokan jika kalian mentok dalam melihat apa yang hendak dicari. Lihat mata pelajaran apa yang menjadi kekuatanmu dan yang menjadi favoritmu. Dari beberapa mata pelajaran yang unggul dan disenangi itu, kalian bisa mencari titik temu dari sana dan menemukan perkiraan jurusan apa yang ingin diambil.

Selain cara obyektif di atas, bisa juga dengan berdiskusi dengan orang tua, guru, atau sahabat dekatmu. Merekalah yang paham tentang dirimu selain dirimu sendiri. Mulai dari kesukaan, apa yang menjadi ketertarikanmu, yang menjadi pantanganmu, dan lain sebagainya. Pendapat mereka bisa dijadikan pertimbangan, tapi jangan sekedar ditelan mentah-mentah sebab terkadang mereka juga membawa opini mereka pribadi.

2. DARI MINATMU, PERTIMBANGKAN BEBERAPA PILIHAN JURUSAN

Setelah menganalisis dari sisi obyektif (tes bakat minat, screening keunggulan mata pelajaran) dan subjektif (pendapat orang tua, teman, guru). Kalian dapat melihat apa saja yang memungkinkan untuk diambil. Misalkan kalian menyenangi dan unggul di Fisika, dari situ kalian lihat apa yang bisa diambil dari kesenanganmu di Fisika, bisa jurusan Fisika, Teknik Sipil, Teknik Elektro, dll.

Begitu juga semisal kalian tertarik mengajar dan kuat di Biologi atau Ekonomi, bisa juga memilih opsi masuk ke Pendidikan. Metode penulis adalah temukan titik temu antara passion dengan kekuatan atau salah satunya.

Tes bakat minat biasanya akan menampilkan beberapa pilihan jurusan yang cocok untuk kalian. Setelah itu pertimbangkan dari beberapa pilihan itu. Kalian dapat mencocokkan antara screening dan hasil tes bakat minat. Biasanya bisa bertemu 2 atau 3 pilihan yang bisa dijadikan pilihan akhir.

Lihat juga apakah kalian ingin lintas jurusan (Saintek ke Soshum atau sebaliknya) atau tidak. Ini cukup penting agar punya waktu persiapan jika memutuskan untuk lintas jurusan. Selain itu, kalian juga harus menentukan jurusan mana saja yang bisa diambil dengan kuota pilihan yang terbatas (SNMPTN dan SBMPTN hanya dua pilihan jurusan/kampus).

Pertimbangan subyektif bisa jadi patokan untuk kalian, dari pertimbangan subyektif tadi malah bisa lebih membantu menemukan jurusan yang lebih spesifik. 

Bagi penulis, pengaruh pendapat orang tua memiliki tingkatan yang sedikit berbeda. Jika kalian memiliki silang pendapat, bisa didiskusikan dan dibicarakan baik-baik agar ada titik temu. Masalah apakah kalian hanya ikut keinginan orang tua atau berkompromi, tergantung keyakinan kalian masing-masing. Semua kembali pada individu masing-masing, karena menurut penulis restu orang tua adalah restu Ilahi.

3. KAMPUS MANA YANG AKAN DITUJU

Salah satu yang salah kaprah bagi penulis adalah, banyak siswa yang ingin kuliah di kampus tertentu, tapi ketika ditanya ingin mengambil jurusan apa mereka bingung. Tidak semuanya, namun banyak kasus yang terjadi seperti ini. Rasanya nama kampus lebih bisa dibanggakan dan mengangkat nilai gengsi individu dan keluarga ketimbang menguatkan passion.

Metode penulis adalah temukan jurusan yang sesuai, baru kampusnya. Ini penting agar kalian tidak terjebak sekedar pamer almamater tapi meringis jungkir balik ketika belajar tidak sesuai dengan harapan. Selain itu, dengan mempertimbangkan jurusan dahulu sebelum kampusnya, kalian bisa membandingkan antar-kampus. Banyak faktor yang bisa dijadikan pertimbangan dalam membandingkan sebuah jurusan di antara beberapa kampus. Faktor akademik seperti akreditasi, prestasi, alumni dan track record-nya.

Jangan sekedar mempertimbangkan antar-PTN semata, kalian juga bisa mempertimbangkan PTS-PTS yang ada. Bisa jadi, karena faktor tertentu kalian tidak bisa mengambil PTN dan harus mengambil PTS. 

Jika kalian bertekad mengambil Kedinasan, dipersiapkan segala sesuatunya dengan baik karena selain pesaing yang banyak, kalian juga harus siap mental dengan metode pendidikan dan juga akhirnya kalian mengabdi pada negara. Jangan semata karena jaminan kerja saja. 

Legitimasi PTN dan PTS alangkah baiknya dihilangkan, kecuali memang faktor tertentu yang membuat kalian harus memilih salah satu. Semisal harus PTN karena faktor biaya, atau harus PTS di kota asal karena orang tua menghendaki tidak berkuliah jauh.

Tapi, banyak juga beasiswa yang dapat meringankan beban biaya kalian. PTS-PTS unggulan juga bahkan menyediakan beasiswa yang cukup besar. Tapi faktor biaya kuliah bukan menjadi alasan tunggal, bukan? Ada faktor biaya hidup (yang mungkin tidak di-cover oleh beasiswa kalian), lingkungan akademik, dll.

Beasiswa bisa menjadi alternatif bagi kalian yang memiliki masalah biaya dalam melanjutkan studi. Tenang saja.

Bagaimana penulis menerapkannya? (Studi kasus)

Saat itu, sejak awal penulis mempertimbangkan untuk mengambil jurusan yang terkait dengan IT. Selain karena sejak dahulu memang "identik" dengan komputer, pertimbangan malas mengambil lintas jurusan (FYI, penulis sempat tertarik mengambil jurusan sastra dan kejurnalistikan) juga menjadi alasan untuk tetap bertahan di Saintek.

Penulis membuat peta rencana yang disebut #2019LulusAliyah. Pada bagian rencana kuliah, penulis membagi menjadi empat plan, antara lain :

a. Plan A : Perguruan Tinggi Swasta jalur Rapor

Atas permintaan orang tua yang saat itu ingin penulis menyiapkan cadangan PTN, maka dibuatlah plan A ini. Selain itu, penulis juga ingin memanfaatkan sertifikat lomba bidang IT (Augmented Reality project) tingkat Internasional, yang diharapkan bisa mendobrak nilai.

Universitas yang menjadi pertimbangan saat itu adalah : Universitas Dian Nuswantoro (UDINUS, Semarang), Universitas Telkom (Tel-U, Bandung), dan Bina Nusantara (BINUS, Jakarta). Namun, opsi BINUS dicoret sebab dianggap mahal dari sisi biaya.

UDINUS dipilih karena selain biaya yang lebih murah (biaya kuliah UDINUS separuh dari biaya kuliah Tel-U, jurusan Informatika), juga karena faktor geografis dan ekonomis (Semarang dekat dan lebih murah dari sisi biaya hidup) dan alumni (banyak alumni dari sekolah penulis yang melanjutkan studi di UDINUS). Sedangkan Tel-U dipilih karena selain basisnya adalah kampus IT, juga pertimbangan Bandung (penulis sejak dulu bercita-cita kuliah di Bandung).

Setelah berbagai pertimbangan, maka akhirnya memilih Tel-U sebagai pilihan akhir. Jurusan yang dipilih saat itu (urut berdasarkan akreditasi) adalah Informatika, Sistem Informasi, Teknik Komputer, dan Rekayasa Perangkat Lunak. Penulis diterima di pilihan terakhir.

Penulis mendaftar di jalur JPA (Jalur Prestasi Akademik) 1 Tahap 2 yang dilaksanakan di bulan Desember 2018. Dengan drama rapor sekolah yang menguras emosi saat itu, akhirnya tepat di hari terakhir bisa mendaftar dan menjadi jalannya hari ini.

b. Plan B (or Jackpot Plan) : SNMPTN

Penulis menyebutnya sebagai jackpot plan karena kemungkinan tidak masuk kuota 40% siswa saat itu sangat tinggi. Maka dari itu, opsi ini dikesampingkan.

Karena penulis tidak masuk siswa yang berhak mengikuti SNMPTN, maka penulis hanya akan menyebutkan apa yang ditulis di form survei yang dibuat madrasah.

Form survei 1 (November 2018) : Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS - Teknik Komputer), UIN Sunan Gunung Djati Bandung (UIN SGD - Teknik Informatika)

Form survei 2 (Desember 2018) : Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS - Teknik Komputer)

c. Plan C : Sekolah Kementerian

Sekolah kementerian yang penulis inginkan adalah Sekolah Tinggi Multimedia (STMM) Yogyakarta yang berada di bawah naungan Kemenkominfo. Pertama kali mendengarnya dari saran seorang karyawan Bapak yang asli dari Yogyakarta dan melihat kemampuan penulis dalam jurnalistik.

Opsi ini penulis jadikan plan C, saat plan A gagal seluruhnya. Namun, karena plan A berhasil maka plan C tidak dilaksanakan.

d. Plan D : SBMPTN

Plan pamungkas untuk meraih Perguruan Tinggi Negeri. Pilihan awal semula seperti di plan B, namun seiring waktu berubahlah pilihan itu sehingga berubahlah pilihan kedua dari yang semula UIN Sunan Gunung Djati Bandung (UIN SGD - Teknik Informatika), kemudian beralih ke Universitas Diponegoro (UNDIP -- Sistem Komputer) hingga menjatuhkan pilihan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI -- Rekayasa Perangkat Lunak).

Sebenarnya penulis diterima pada pilihan kedua, Rekayasa Perangkat Lunak UPI. Namun kebimbangan tiga hal antara Tel-U dan UPI (Sama-sama prodi RPL, prodi yang baru dibuka, dan berlokasi di Bandung). Atas pertimbangan melalui diskusi orang tua, orang-orang yang terlibat langsung di perguruan tinggi, dan melihat basis masing-masing kampus, berlabuhlah diri di RPL Tel-U dan melepas UPI yang hanya berjarak 25Km (Cibiru-Dayeuhkolot).

Jadi, bagaimana? Sudah punya bayangan bagaimana kalian memilih jurusan dan kampus? Di artikel bagian kedua, penulis akan membahas hal apa saja yang bisa menjadi pertimbangan kalian dalam memilih kota tujuan dalam melanjutkan kuliah. Semoga bermanfaat!