Sabtu, 24 Desember 2022

Obsesi dan Imajinasi Fans Shipper Yang Meresahkan (Study Case: Fandom JKT48)

 

Source: Pixabay

Berbicara mengenai pemujaan pada idola, ada beberapa cara untuk menikmati perasaan idoling itu bagi setiap penggemarnya. Salah satu bentuknya adalah pengimajinasian penggemar terhadap sikap dan tingkah laku dari idolanya berupa shipping.


Mengutip dari Shipping Wiki, Shipping dapat melibatkan hampir semua jenis hubungan: dari yang terkenal dan mapan, hingga yang ambigu atau yang sedang berkembang, dan bahkan hingga yang sangat tidak mungkin atau sangat tidak mungkin. Shipping seringkali berupa karya kreatif di internet, termasuk fanfiction dan fanart. Sebuah 'kapal' mengacu pada hubungan yang didukung, sedangkan 'ship’' mengacu pada fenomenanya.

Jumat, 27 Agustus 2021

Sudah Jatuh, Tertimpa Reruntuhan Pula


25 Agustus 2021. Di malam Kamis setelah penampilan apik di acara perhelatan ulang tahun SCTV yang berkolaborasi dengan grup band Noah di malam sebelumnya dan berlanjut di Indonesian Digital Awards 2021 oleh RCTI+, pihak manajemen JKT48 mengeluarkan sebuah pengumuman yang mungkin sudah pasrah ditunggu oleh para fans mengenai skandal yang menerpa dua member yang sedang naik daun, Yessica Tamara (Chika) dan Zahra Nur (Ara).


Diawali dengan live Instagram mendadak dari akun resmi JKT48 yang berisi klarifikasi yang disampaikan langsung oleh Chika dan kemudian disusul oleh pengumuman resminya di website. Mulanya, setelah pengumuman ini terlihat biasa saja. Suasana berubah drastis sekitar 5 menit kemudian, saat pihak manajemen juga mengeluarkan pernyataan mengenai Ara yang sedang menjalani masa penangguhan sebab kasus skandal foto yang pertama kali beredar sebelumnya.


Secara mengejutkan, JKT48 Operational Team (JOT) mengeluarkan pernyataan bahwa Ara sudah bukan lagi sebagai member JKT48, atau bahasa kasarnya dipecat. Yang mendorong JOT sebagai manajemen melakukan tindakan tersebut adalah klarifikasi pertama yang mengecewakan (re: berbohong) dan mengindahkan panggilan manajemen dalam jangka waktu tertentu yang dianggap sebagai tindakan indisipliner.


Artikel ini tidak akan membahas mengenai skandalnya, apalagi menyenggol grup sebelah. Penulis hanya mencoba menganalisis dengan ramainya pembahasan berita ini dengan pengaruh yang didapatkan oleh grup idola kesayangan kita, dan bagaimana kebiasaan media beserta netizennya dalam menanggapi skandal artis. Kita sebut saja skandal artis, kalau idol sepertinya kurang populer buat awam.


Bagaimana Media Dapat Merobohkan Nama Baiknya?

Cukup menarik bahwa kasus skandal member JKT48 diangkat di media-media besar. Karena sepengamatan penulis, walaupun dua member ini berhasil membawa fans baru di saat JKT48 sedang krisis pasca-restrukturisasi, namun keduanya tidak terlalu mencolok di kalangan publik awam. Mungkin Chika beberapa kali ikut tampil di media, namun tidak juga dengan Ara. Itu juga bukan garis depan. 


Boro-boro kita bicara member seperti Shani, Gracia atau Feni, orang awam saja ketika mendengar JKT48 paling ya Melody, Nabilah, Haruka, atau juga Zara. Padahal mereka sudah lama tidak menjadi anggota grup ini. Dengan kasus yang seperti ini, tentu saja media-media yang mengejar trafik dan engagement ini akan menggunakan skandal ini untuk mengejar klik. Jika mengingat kebiasaan masyarakat kita yang lebih senang dengan berita-berita seperti ini. Belum lagi tentang bagaimana redaksi dari penulis yang sampai menghakimi perempuan tersebut. Penulis amati ada beberapa yang sampai pada level menghakimi. Sudah melenceng dari kaidah kepenulisan jurnalistik kalau semacam itu.


Berbicara psikologis, inilah aspek yang paling ditakuti penulis. Menjadi bahan perbincangan di kalangan fans saja sudah sangat berat, mengingat cacian, hinaan, dan hujatan pasti akan selalu ada. Kembali muncul sebagai figur publik pasti akan muncul bayangan mengenai masa lalu yang bisa dianggap kelam itu. Pasti ada saja yang membahasnya.


Apalagi kalau sudah sampai pada pembahasan media yang menjadikan informasi skandal ini tidak terbatas beredar di kalangan fans, namun mencapai orang-orang non-fans. Celakanya, bisa saja ini akan sampai di lingkaran terdekat dari member yang didepak tersebut. Tidak bisa membayangkan hujanan hujatan dan pertanyaan saat kumpul keluarga besar atau dikucilkan dari pergaulan.


Jejak digital ini bisa berbahaya juga di suatu hari nanti. Di tengah lingkungan yang lebih konservatif, hal semacam ini bisa saja menjadi tembok besar untuk melanjutkan mimpi-mimpi. Mungkin saja, jika akhirnya memilih menjadi orang biasa dan bekerja. Apakah ini bisa menjadi sandungan? Entahlah, penulis juga tidak paham bagaimana latar belakang dan riwayat seseorang mempengaruhi penerimaan kerja. Belum hal lain yang mungkin bisa terjadi akibat hal tersebut. Yang jelas, hal ini akan memberi dampak besar kepada dirinya, orang tua, dan keluarganya.


Namun apakah ini bisa dibaca demikian? Atau malah dengan pemberitaan besar-besaran ini akan menjadi sensasi awal untuk menaikkan namanya?


Membaca Dari Sudut Pandang Pemberitaannya

Paradigma bad news is good news sudah lama menjadi dilema. Penulisan di media-media besar tentu tidak terlepas dari industri. Dan industri bisa berjalan jika mereka bisa beradaptasi dengan pasar. Lihat saja bagaimana banyak berita-berita yang cenderung clickbait atau berisi gosip malah lebih laku. Dengan kebiasaan masyarakat yang menyukai berita pergibahan, tentu saja media akan lebih banyak memproduksi konten tersebut.


Selain itu, faktor psikologi manusia menurut Tom Stafford yang mengatakan bahwa hal buruk berkorelasi dengan insting ketakutan manusia. Konsekuensi dari hal tersebut manusia condong tertarik pada hal negatif dibandingkan dengan yang positif. Jika dihubungkan dengan topik pemberitaan, cukup masuk akal jika suatu media lebih condong menulis berita negatif. Dalam hal ini, memang pembaca lebih terikat kepada hal yang buruk atau negativity bias. Belum lagi soal Amygdala yang memicu rasa penasaran sehingga untuk memenuhi hasrat menjawab tanya, maka informasi-informasi seperti ini akan menjadi pelepas dahaga bagi pembaca yang penasaran.


Selain itu, karena gosip ini melibatkan figur publik. Idol bisa juga dikategorikan sebagai figur publik juga karena dia pasti akan sering tampil di hadapan banyak orang dan menjadi role model. Coba saja jika penulis yang kena gosip, tidak mungkin juga sampai pada level pemberitaan nasional. Kecuali kalau melibatkan figur publik sih…


Yang menarik saat mengamati linimasa, apakah naiknya berita skandal member ini adalah berita “pesanan”? Kalau mau cocoklogi sih masuk, mengingat produser grup sebelah memiliki relasi dengan salah satu korporasi media besar di tanah air. Apalagi beberapa media dalam penulisan berita tidak menjelaskan pria yang ada di foto skandal yang tersebar. Netizen sendiri sudah menuding dua member boyband sebagai oknum yang seharusnya juga bertanggung jawab.


Ada juga teori bahwa ini adalah upaya manajemen untuk cuci tangan dari segala keributan yang terjadi. Memang di grup sebelah tidak memiliki aturan anti cinta, namun jika didiamkan saja berarti si pria yang dimaksud dianggap tidak bertanggung jawab. Dengan beberapa pemberitaan yang tidak menyebutkan langsung dia, maka yang dihancurkan pasti karir perempuan tersebut tentunya. Meskipun banyak media yang menyebut terang-terangan nama boyband dan personil yang dimaksud walau dengan embel-embel “diduga” atau “dinilai netizen”.


Bagaimana menilai ini sebuah “pesanan”? Penulis masih menunggu counter-attack dari manajemen grup sebelah. Mengingat mereka sudah melakukan keteledoran melalui somasi terhadap akun yang pertama kali menyebarkan foto yang menjadi mula skandal tersebut. Mulai dari ngawurnya dasar hukum yang ditetapkan hingga serangan balik hak cipta yang belum terdaftar. Jika tidak ada berita konfirmasi balik, atau minimal ada headline yang menyampaikan mereka bungkam, tanda-tandanya terlihat cukup jelas. Langkah JOT cukup menarik, mungkin dengan pengalaman hampir 10 tahun mereka memilih untuk berhati-hati mengeluarkan statement. Oiya, foto penampilan di SCTV juga tidak menampilkan grup tersebut, bahkan di-crop.


Kasus skandal ini dinilai sebagai yang paling heboh, karena selain melibatkan insan dunia hiburan lain, katakanlah demikian, juga karena beritanya naik sampai ke media-media besar yang secara segmentasi lebih luas. Berita skandal seperti ini biasanya hanya berkutat di kalangan media yang memang berkaitan dengan grup saja. Yang penulis ingat adalah kasus skandal Vienny yang sampai diturunkan ke Academy. Untuk kasus Stefi dan Eve, penulis tidak terlalu paham karena saat itu sudah pensiun walaupun akhirnya balik lagi.


Jika ingin mencari berita positif tentang grup idola ibukota, coba tengok aja di JawaPos dengan penulis/editornya Bang Dhimas Ginanjar. Mungkin yang sering diundang sama PR-nya (memangnya ada?), yang lain jarang. Oiya, sepertinya beliau tidak membahas soal ini juga, atau sedang menunggu sesuatu.


Membaca Pendapat Netizen Sok Tahu

Bagian ini merupakan hal yang paling malas penulis bahas, pendapat netizen sok tahu. Stigma terhadap grup idola dan para penggemarnya sepertinya sudah sering didengar. Apalagi ditambah dengan sifat netizen tanah air yang suka nyablak tanpa filter, mentang-mentang mereka anonim. Pembahasan soal pertubiran dan netizen sudah pernah penulis terbitkan kemarin.


Soal aturan anti cinta. Banyak orang yang beranggapan bahwa manajemen terkesan lebay merespons talent-nya yang berpacaran atau ada yang sampai berkata bahwa manajemen sangat otoriter dan berkuasa terhadap kehidupan privasi member. Bukankah memang di grup ini sudah ada aturan anti cinta dan menjadi semacam salah satu bentuk branding-nya? 


Beberapa mantan member juga pernah bercerita bahwa soal itu juga sudah masuk ke dalam kontrak. Artinya manajemen bukan berkuasa atas privasi mereka, namun soal profesionalitas atas kontrak yang disepakati. Ketika mereka melanggar, tentu ada konsekuensinya. Pada saat awal mendaftar pun, harusnya mereka sudah tahu budaya yang dilaksanakan di grup ini, semacam riset kecil lah. Masa hal sesimpel ini tidak dipahami para netizen? Eh, memangnya mereka komentar pakai mikir? *ups


Ada juga yang berpendapat bahwa kasus ini adalah kasusnya Zara, yang juga beberapa waktu lalu juga tersandung kasus sedot-sedot *HEH!*. Sudah bukan orang yang sama, juga karena tidak berkaitan sama sekali. Zara sudah keluar dan bahkan penulis yang saat itu masih pensiun pun tidak menyadari. Paling lucu soal Melody, katanya sudah nikah tapi masih di grup. Iya sih, tapi kan bukan sebagai member, tapi sebagai jubir andalan (status aslinya GM Teater, tapi yang muncul di media beliau terus. Anggap saja memang jubirnya).


Strategi Bisnis dan Sisi Positif Naiknya Skandal

Menarik juga ketika kita mengulik strategi bisnis di balik geger geden ini. Dari sudut pandang media ini berbicara mengenai click yang berdampak pada pemasukan yang didapat oleh media itu sendiri. Maka jangan heran jika kualitas berita seperti ini tidak sesuai ekspektasi. Kalau berharap kualitas berita yang lebih baik, berlangganan media yang kredibel saja. Mencari cuan memang susah…


Kalau berbicara manajemen, ranahnya sudah terlalu tinggi untuk penulis. Melihat sikap pasif JOT terkadang menyebalkan. Namun jika menilik ke belakang, JOT sering melakukan strategi dengan menggunakan momen yang pas untuk mengeluarkan pernyataan resmi. Pada skandal terbaru ini, bukankah fans sampai mlukok karena saking seringnya jadi pembahasan? Baru setelah dua acara on-air besar selesai, mereka baru mengeluarkan pendapatnya.


Cukup berkebalikan dengan manajemen grup sebelah yang sedari awal sudah geger sendiri dengan mengeluarkan somasi, termasuk kepada akun yang pertama kali menyebarkan isu skandal tersebut. Semula, hal ini menjadi apresiasi dari berbagai sisi. Namun, somasi tersebut malah menjadi blunder karena melibatkan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang entah apa yang dibawa oleh akun tersebut. Selain itu, dasar hukum yang dibawa juga dianggap ngawur sehingga malah berbalik “dirujak”. Sikap sang manajemen yang diam dan seolah melindungi membernya juga membangun kesan kalau mereka “bukan laki-laki” dan tidak bertanggung jawab. Ya, kalaupun mereka berbicara pasti bakal tetap ramai.


Satu pertanyaan muncul. Apakah kategori berita skandal ini ada sisi positifnya? Menurut penulis, sebagai social control. Jika berita korupsi, penyelewengan, dan hal-hal buruk pejabat bisa menjadi kontrol kebijakan pemerintah, begitu juga dengan skandal sebagai social control untuk member dan manajemen dalam mengelola kepercayaan fans. Bukankah isu dan tubir sudah seperti makanan sehari-hari di fandom ini?


Bagi manajemen sebelah, ini adalah social control terkait bagaimana menjaga attitude anggota dan pihak-pihak yang terlibat. Jangan sampai menjadi blunder dan menjadikan stigma negatif yang berdampak pada kelangsungan bisnis.


Kalau berbicara fans, penulis hanya berharap agar bersikap obyektif. Sifat sebagai seorang penggemar biasanya lebih fanatik, jadi ketika melihat sebuah masalah seringkali tidak melihat dengan kacamata obyektif dan hati-hati namun malah menggunakan cara-cara yang cenderung negatif seperti fitnah, logical fallacy, sampai report massal. Soal ini hanya kebijaksanaan individu menurut penulis. Ini juga berkaitan dengan ketika berhadapan dengan awam yang seringkali membawa stigma. Jika dihadapi dengan cara negatif, tentu bisa menjadi “pembenaran” dan berakibat pada preseden buruk bagi fans dan grup yang didukung.


Dan satu lagi untuk Ara dan keluarganya, walaupun tidak akan dibaca oleh mereka. Segala yang terjadi saat ini adalah kehendak dari-Nya. Mungkin ini adalah jawaban dari doa memohon perlindungan dan kebaikan yang selalu diminta di setiap sujud. Manusia tak luput dari salah, dan manusia yang baik adalah mereka yang belajar dari kesalahannya. Kalian tidak sendiri, Dia akan selalu ada mengulurkan bantuan dan mungkin dari perantara orang-orang yang selalu mendukung dalam kondisi apapun. Semoga kita semua selalu dirahmati oleh-Nya. Aamiin.

Kamis, 26 Agustus 2021

Mereka yang Hidup dari Pertubiran


Sosial media seringkali tidak lepas dari namanya keributan. Apapun masalahnya, mulai dari konteks umum seperti soal agama, politik, atau bahkan urusan-urusan sepele seperti bubur diaduk atau enggak, bakso pakai saus atau putihan, dan lain sebagainya. Tidak hanya pada ranah yang bersifat umum, sosial media juga memiliki “lingkaran-lingkaran” tertentu yang dibatasi oleh kesamaan cara pandang, minat, ataupun ketertarikan. Ini juga bisa masuk dalam pembahasan mengenai penggemar sebuah grup/idola tertentu, yang bahkan mereka bisa memiliki keributannya tersendiri.


Ya, ketika artikel ini ditulis, sebagaimana yang kalian tahu bahwa tidak ada pertunjukan teater selama pelaksanaan PPKM dan kegiatan menjadi sangat terbatas. Hari-hari yang sepi membuat orang-orang mulai mencari sesuatu, termasuk bagi orang-orang yang gabut untuk memancing keributan di tengah kebosanan akibat tiadanya kegiatan inti dari sebuah grup saudara dari Jepang satu ini. Lalu, bagaimana melihat fenomena geger geden dalam fandom ini?


Mengapa Budaya Ini Berkembang?


Anggapan mengenai penduduk Indonesia yang ramah memang patut untuk dibanggakan. Pada kenyataannya, warganet Indonesia memiliki kultur yang bertolak belakang dengan dunia nyata. Contoh yang paling sering terjadi adalah kebiasaan menyelam ke postingan lama orang yang “diserang”. Jika berbicara di ranah Twitter, mungkin biasanya warganet akan mencari sesuatu di tab likes. Bisa jadi kan menemukan sumber link baru yang bisa dijadikan bahan perundungan. Bisa juga tweet lawasnya yang bisa saja akan menjadi bumerang untuk pihak yang dilawan. Hal tersebut juga bisa dilakukan di platform lain semisal Instagram atau Facebook.


Atau juga yang sering dilakukan adalah doxing. Kebiasaan membuka data pribadi yang dianggap dapat membungkam pihak yang dilawan. Dengan memanfaatkan celah keterbukaan data yang kebablasan di negeri ini, para stalker dapat menemukan data-data sensitif secara mudah. Mulai dari domisili tempat tinggal, tempat kerja atau sekolah, hingga nama keluarga yang tidak ada sangkut paut dengan kasusnya.


Sosial media memang seringkali dianggap sebagai ranah pribadi yang bisa saja menganggap bahwa media sosial adalah tempatnya untuk menemukan kebebasan untuk menyampaikan apapun. Sayangnya, hal tersebut tidak diiringi dengan sikap bijaksana, bahkan berdalih kebebasan pendapat jika “diserang”.


Jika berbicara karakteristik pengguna Twitter, yang seringkali memunculkan mula topik pertubiran, terlihat berbeda jika dibandingkan dengan pengguna platform media sosial lainnya. Namun, kebanyakan jika di Twitter, pengguna ingin menunjukkan sisi personalnya yang tidak ingin dilihat jika dibandingkan dengan Facebook ataupun LinkedIn.


Ekspektasi bahwa orang Indonesia dikenal sebagai orang-orang ramah akan runtuh seketika jika pernah berhadapan dengan warganet Indonesia. Microsoft, melalui risetnya juga menilai bahwa warganet Indonesia dianggap tidak sopan bahkan menjadi juara di regional Asia Tenggara. Dengan akun yang menunjukkan sisi lain dan kadang juga bersifat anonim, mereka seringkali mengomentari hal-hal yang tidak disukai dengan “lantang”. Mungkin dengan faktor anonim ataupun jarak yang membuat pemilik akun tersebut merasa aman. 


Dengan kultur warganet yang demikian, beberapa orang memanfaatkan hal tersebut sebagai salah satu cara untuk meningkatkan pamor dan popularitas mereka ataupun pihak yang mereka bawa. Di kalangan fans, mungkin dari situ mereka berharap waro dari member atau staf agar mereka terlihat dan dikenal. Warganet mungkin akan membenci dan menghujat habis-habisan pihak yang dirundung, namun percakapannya bisa memicu pembahasan yang akan menaikkan engagement dari pihak yang dirundung.


Misalkan dalam kasus bentrok daring yang baru saja terjadi. Seorang anggota grup, sebut saja A, diketahui berpacaran dengan B, yang dimana diketahui si B bekerja pada perusahaan yang melarang anggotanya untuk memiliki hubungan percintaan. Suatu saat, foto keduanya tersebar dan menjadi perbincangan di lingkaran tertentu. Karena melibatkan A, tentu saja A akan terseret dan merembet hingga ke tempat kerjanya.


Tempat kerja si A tersebut, mungkin dengan cerdiknya, memanfaatkan trafik yang melonjak tiba-tiba itu dengan mempromosikan apa yang ia punya. Tentu saja, dengan cara tersebut mereka akan terciprat trafik yang memanfaatkan kata kunci yang ramai tersebut. Bisa juga, ketika pihak yang terkait dengan B dengan asyiknya “merujak” konten yang dianggapnya penuh kebohongan juga dapat menjadikan pembahasannya lebih luas dan berdampak pada banyaknya orang yang tahu soal A dan tempat kerjanya.


Dampaknya? Followers dan engagement akun akan naik, dan tentu saja akan mengundang uang melalui kerjasama atau endorsement yang menghampiri. Yang rugi menghujat siapa, yang untung secara popularitas dan pendapatan juga siapa.


Ada yang beranggapan bahwa salah satu indikator popularitas adalah dengan tersebarnya isu skandal dari sumber yang tidak jelas.


Bentar, bukankah itu kejadian nyata? Hehe...


“Wota” sebagai Gambaran Kecil Warganet Indonesia


Hal pertama yang disoroti penulis pertama kali adalah bagaimana ketika orang-orang di dalam lingkup ini sering menyerang ke personal yang ingin menyampaikan pandangannya. Semisal, saat seseorang menyampaikan pendapatnya mengenai benefit MVP Online atau fans baru jalur FYP yang dianggap “rusuh”, sikap yang terjadi malah serangan balik tanpa menggunakan argumen yang valid.


Kebanyakan yang muncul malah hal-hal yang menyimpang dari logika, cenderung sebagai logical fallacy. Mulai dari ad hominem (menyerang dengan hal-hal negatif), red herring (pengalihan pembahasan), dan lain sebagainya. Menyerang secara no mention ini juga merupakan contoh dari bagaimana sebagian oknum di fandom ini menyerang personal yang dianggapnya berbeda pandangan. Penulis rasa fanatisme ini pasti akan menimbulkan hal-hal semacam ini. Contoh ini tidak hanya terlihat di fandom-fandom grup idola, orang-orang di luar sana yang fanatik pada seorang tokoh ataupun suatu pandangan juga melakukan hal yang sama.


Dari pengamatan penulis, di dalam fandom juga sering meributkan hal-hal sepele semacam akun anonim yang menghujat grup atau idola. Lucunya, akun-akun pemantik keributan yang seharusnya tidak perlu direspons malah diberi lapak dan menjadi bahan rujakan. Dan ini terjadi sudah cukup lama. Beberapa orang berpikir, seharusnya hal tersebut dibiarkan saja sehingga tidak akan memicu keributan. Namun, ada beberapa faktor yang membuat penulis berpikir bahwa keributan ini terkadang ‘diperlukan.’


Contoh paling segar adalah fenomena sebuah akun Instagram yang sering menjadi bahan perbincangan di fandom. Bukankah akun itu sering diserang karena selalu mengedepankan idealismenya dalam konsep idola menurut pandangannya? Keramaian itu muncul ketika banyak orang merespons dan membicarakannya di media sosial sebelah.


Masalah semakin runyam ketika muncul ketidakpercayaan. Saat akun tersebut memantik ketidakpercayaan tersebut dengan isu skandal. Apa tidak terbakar linimasa di akun-akun fandom? Salah satu pemicunya memang ketidakpercayaan, namun mencoba ‘memusnahkan’ mereka juga tidak menyelesaikan masalah. Apakah sesuatu akan diselesaikan dengan “viral-based policy” saja? Ketika sebuah keputusan diambil hanya berdasarkan keributan yang terjadi di khalayak. Soal ini, penulis memilih untuk hanya mengamati saja, tidak mau banyak berkomentar.


Pemantik keributan juga tidak hanya dari kalangan penggemar atau pembenci saja. Kadang juga para membernya sendiri lah yang memicu keributan. Hal yang jamak terjadi adalah tentang “suara” yang mereka keluarkan di media sosial. Mulai dari cuitan yang dianggap menyinggung fans yang menonton langsung di teater sampai kasus si pelupa yang dianggap memiliki fanservice buruk. Staf pun terkadang tidak menunjukkan sikap yang baik walaupun di akun pribadi mereka. Mulai dari menganggap biasa ‘tubir’ tanpa introspeksi hingga merendahkan fans. Hal tersebut juga berlaku ke mantan member. Walaupun telah lulus/keluar, biasanya kalangan fansnya juga masih pada lingkup yang sama, sehingga ketika eks-member “ditubir”, tentu saja yang panas ada di linimasa fandom “almamater”-nya.


Belum lagi kebiasaan buruk dalam merespons komentar negatif. Komentar negatif malah cenderung dinaikkan dan seolah menunjukkan bahwa mereka juga turut menjual kesedihan. Bukannya mendapat simpati, kebanyakan respons yang muncul adalah hujatan. Tidak sepenuhnya salah, tapi menurut penulis itulah sumber masalahnya. Jika tidak direspons, mungkin ksatria papan ketik itu akan bosan dan berhenti menulis di kolom komentar.


Selain hal-hal yang disebutkan di atas, terkadang tingkah laku oknum ini juga membahayakan. Semisal terkait rating buruk di akun toko resmi yang disebabkan karena Birthday T-shirt dari member yang punya skandal. Jika menilik sistem kerja e-commerce tersebut, hal tersebut beresiko mematikan toko yang bahkan tidak bersalah apa-apa dan mengakibatkan salah satu pundi cuan manajemen akan hilang. Pernahkah terpikir sampai di sini? 


Selain itu, ada juga yang salah dalam melampiaskan emosinya. Ada yang serangan dan hujatan mengenai skandal malah salah arah ke eks-member yang sudah lama lulus atau orang awam yang bahkan tidak mengerti apa-apa mengenai keributan yang terjadi. Mirip sekali dengan gambaran warganet kita dalam melihat sebuah peristiwa dan langsung saja menyerang padahal tidak ada hubungan apapun. Ini mirip kasus pimpinan sebuah startup yang menjadi pelaku tabrakan namun salah arah dalam menyerang rating aplikasi yang tidak ada kaitannya. Penulis lupa persisnya itu kapan dan siapa.


Menariknya, ketika fandom ini berulang kali mengalami perpecahan dengan keributan internalnya, mereka justru dengan mudah bersatu ketika menghadapi “musuh” dari luar. Mulai dari kasus dokter yang berkomentar soal pedofil, serangan publik terhadap kelakuan eks-member, hingga kasus skandal dengan grup sebelah. Belum lagi jika fanbase memiliki project merayakan sesuatu untuk oshimen mereka. Entah itu show, birthday project, sampai graduation. Selain itu, mereka juga sering menaikkan trending yang terkesan seperti guyonan belaka. Mulai dari candaan Twitter Space sampai menyemangati fans yang tidak diingat oshi. Oiya, belum lagi kebiasaan menjadikan tweet yang dihujat menjadi template di tweet mereka.


Maka tak heran jika ada istilah “fandom yang tak pernah tidur” yang mempresentasikan bahwa selalu saja ada hal yang dibahas setiap hari. Terkadang penulis heran, ketika ngidol di fandom ini bisa menghabiskan uang yang tidak sedikit, tentu pandangan polos penulis mereka adalah orang-orang mapan yang datang mencari hiburan dan sumringah sesaat setelah penat seharian. Tapi mengapa mereka masih ada waktu untuk meributkan hal yang bahkan tidak esensial dalam hidupnya?


Apakah Tubir Bisa Diakhiri?


Jika berbicara mengenai pertubiran secara general, mungkin akan terlihat sangat kompleks. Menurut penulis, hal ini akan melibatkan pembahasan terkait masalah literasi digital dan etika sopan santun di media sosial. Sebuah hal yang mungkin hampir tidak diajarkan di bangku sekolah. Mengingat sekarang bangku sekolah berdebu karena siswanya duduk lesehan sambil menatap layar, atau mungkin mendengarkan suara guru sambil membentuk pulau di permukaan bantal.


Kemungkinan lain, banyak orang-orang yang secara usia lebih tua namun tidak menunjukkan sisi bijaknya dalam menggunakan media sosial. Tanpa menyadari mengeluarkan ketika-ketikan sadis nan kejam tanpa dibekali pemahaman yang cukup atas informasi yang diterima. Yang membuat kesal, sebagian dari mereka kadang merasa serba tahu dan menolak untuk disalahkan padahal sumber berita mereka ya mungkin hanya grup Whatsapp. Kalau yang terakhir sih pengalaman pribadi, namun bukan orang tua saya tentunya. Dalam masalah tubir secara general, sepertinya dua paragraf ini tidak cukup menggambarkan situasinya.


Belum lagi orang-orang yang seringkali merespons dan menyebarkan dengan maksud untuk menyerang sesuatu yang dianggapnya tidak valid atau salah. Padahal dengan menyebarkan hal tersebut, malah menjadikannya semakin populer walau mungkin sebagian besar berisi hujatan. Hal semacam ini sering diteriakkan agar tidak dilakukan, tapi sama saja. Tiada hasil.


Namun, karena artikel ini menyempitkan pembahasan ke fandom grup idola ibukota, mungkin akan kita bahas sedikit. Menurut penulis sendiri, fanatisme bisa menjadi faktor besar mengenai munculnya keributan yang sebenarnya bisa saja sepele. Toh, keributan seperti ini akan berputar di lingkaran itu-itu saja, kecuali jika sudah deklarasi perang dengan opini awam atau fandom sebelah yang cenderung menyenggol.


Mungkin banyak fans yang masih mampu menahan diri untuk tidak berkomentar, namun yang terlihat dan dilihat oleh orang-orang adalah mereka yang bersuara. Terlepas apakah opini mereka disampaikan secara baik, ngawur atau bahkan tolol. Penulis meyakini, ini adalah perpaduan yang klop antara kurang bijaksana dalam bermedia sosial yang dipadukan dengan sikap “fanatik”. Sengaja diberi tanda kutip untuk menyampaikan maksud bahwa fanatik di sini tidak sampai ranah ekstrem, hanya saja sikap-sikap yang muncul memang mendekati hal tersebut.


Ungkapan cukup menarik yang pernah penulis temui di sebuah postingan yang membahas tentang risk management Pasca-Restrukturisasi, bahwa gambaran kondisi grup idola adalah cerminan dari keadaan negara tersebut. Jadi, apakah bentuk tubir fandom sendiri adalah bentuk cerminan dari suara yang seringkali diabaikan? Atau seharusnya kita berbicara tentang bagaimana seharusnya manusia bersikap?


Senin, 10 Mei 2021

Menjogeti Kesedihan dari Perspektif Dua Genre Musik Favorit

Kehidupan modern kita saat ini hampir tidak pernah lepas dari alunan musik, apapun bentuknya. Ada yang memainkannya dengan indah dengan alat-alat musik umum atau bahkan membuatnya dari alat-alat sederhana semacam pukulan meja atau temu antara dua logam. Ada pula yang mendengarkannya dengan menggunakan cara lama semacam piringan atau kaset sampai cara modern dan simpel seperti menggunakan layanan streaming berbasis digital. Musik seperti sudah menjadi barang wajib yang hadir dalam kehidupan. Berbelanja di pasar modern, resepsi pernikahan, bahkan pemecah hening yang menemani malam-malam penuh overthinking.

Sebelum itu, izinkan penulis menjelaskan segmen baru. Kontemplasi. Bermakna sebagai renungan dan sebagainya dengan kebulatan pikiran atau perhatian penuh. Sebagai tuangan dari bahan overthinking setiap malam, dengan harapan ketika dituliskan ada orang yang sepemikiran atau paling tidak bisa menemukan petunjuk-petunjuk kecil untuk menemukan jawaban dari apa yang dipikirkan selama ini. Konsep ini akan terus berkembang, sesuai dengan perkembangan manusia itu sendiri.

Kembali ke tema. Lagu-lagu saat ini dapat digunakan sebagai sarana rekreasi karena musik bisa membuat hati dan pikiran lebih tenang sehingga orang akan nyaman mendengar alunan musik. Lirik-lirik dalam lagu juga dapat menyampaikan sebuah pesan yang ingin dicurahkan. Tentu tidak semua orang dapat menuliskan perasaannya ke dalam sebuah lagu, sehingga orang mencari lagu yang dianggap mereka sesuai dengan kondisinya saat ini.

Lagu-lagu yang populer saat ini salah satunya adalah lagu-lagu dengan lirik nan liris bercerita tentang kesedihan hati. Cukup banyak lagu tentang patah hati dan kesedihan karena cinta dengan pembawaan yang berbeda-beda. Di tengah banyaknya lagu dengan suasana sendu, penulis sangat menyenangi lagu-lagu sedih namun bernada ceria. Mungkin bagi sebagian orang ini terdengar unik, tapi lagu-lagu seperti ini punya interpretasi sendiri bagi penulis, yakni tentang bagaimana kita bersembunyi dengan senyuman dan keceriaan sedangkan perasaan saat itu sedang mendung. Menerjemahkan kebiasaan manusia yang sering kali berkata ‘gapapa’ walau kenyataannya sedang ada apa-apa.

Dua genre lagu yang penulis masukkan dalam playlist saat ini, lagu-lagu Jepang (khususnya 48 Group) dan lagu-lagu modern Jawa yang diinisiasi oleh karya almarhum Didi Kempot. Sedikit opini mengenai dua genre musik ini.

Pertama, lagu-lagu Jepang yang dibawakan oleh 48 Group. Penulis tidak merujuk spesifik ke grup JKT48 karena kebanyakan mereka membawakan lirik terjemahan dari saudara grupnya yang di Jepang. Selain itu, ada juga lagu bertema kesedihan yang menjadi favorit dan belum pernah dibawakan oleh grup yang berbasis di Jakarta itu sendiri. Walaupun kebanyakan lagu Jepang yang penulis temui (cukup banyak lagu yang didengar berasal dari soundtrack anime) juga ada yang memiliki konsep yang sama, yakni membawakan lirik yang liris dengan nada yang ceria dan dance-able.

Satu contoh, lagu galau di JKT48 pertama yang penulis sadari bahwa ini adalah tentang cinta tak berbalas. Dengan nada yang ceria dan semangat fans yang dengan lantang meneriakkan chant dan memanggil nama member mengaburkan makna yang sudah tertulis cukup jelas tentang perasaan searah kepada teman sekelas.

Ini lagu cukup lama, dan penulis sendiri bahkan pernah menyaksikan video lagu ini dibawakan secara moshing oleh fans. Berteriak bersama melepaskan perasaan perih yang selama ini terpendam. Hah, susah mendefinisikan perasaan itu ke dalam kata-kata. Sebuah kelegaan tersendiri dan momen yang mendukung untuk lepas. Masih banyak lagu-lagu lain yang serupa, namun kita saat ini bukan sedang membahas #KembaliNgidol. Eh, mungkin bisa juga dibahas. Hmmmm.....

Mari kita meninggalkan sanggar tari di sebuah mal di Sudirman Jakarta dan berkelana ke regional Jawa. Belakangan muncul lagu-lagu berbahasa Jawa, atau yang sering disebut campursari, meramaikan kancah permusikan. Genre ini mengacu kepada musik dari Jawa yang mencampurkan beberapa genre musik kontemporer di tanah air. Campursari pertama kali dipopulerkan oleh Manthous dengan memasukkan keyboard ke dalam orkestrasi gamelan pada sekitar akhir dekade 80-an melalui kelompok gamelan "Maju Lancar".

Genre lagu ini kembali digandrungi anak muda belakangan ini setelah lagu ‘Cidro’ dari Didi Kempot naik daun dan menjadi lagu yang mewakili perasaan sedih anak muda yang cintanya dikhianati. Lagu ini setahu penulis sudah lawas, namun memang masih bisa relate dengan kondisi saat ini. Tentang perasaan yang dicampakkan karena diri yang tidak memiliki materi yang sesuai dengan impian dia yang dikejar. Lagu yang sudah penulis dengarkan sejak masih kanak-kanak, dan semakin tua akhirnya memahami betapa pedihnya lagu ini.

Menariknya, tabuhan gendang di lagu ini malah memberi daya magis pendengar untuk berjoget ria. Menikmati musik dan melupakan semua kesedihan yang terjadi. Terlihat seperti sebuah kontradiksi tapi begitulah realitasnya. Di tengah riuh penonton bernyanyi bersama, terselip teriakan berisi kata umpatan pada masa lalu yang menyakitkan. Di tengah lirik yang dibawakan sambil berjoget, ada air mata yang tidak mampu dibendung mengingat cinta yang berkhianat. Nahas memang, tapi semua rasa tumpah di situasi itu. Mengingat kembali perkataan dari beliau,

“biar patah hati yang penting tetep dijogeti.”

Tidak hanya karya Pakdhe saja yang ramai dibicarakan. Banyak juga penyanyi berbahasa Jawa lain yang muncul dan berhasil membangun eksistensinya, terutama ketika mereka membawakan karya mereka yang bertema sendu. Mulai dari Guyonwaton dengan Korban Janjinya, Denny Caknan dengan Kartonyono Medot Janji, sampai Hendra Kumbara dengan Dalan Liyane. Banyak yang tidak disebut dan mereka banyak berkontribusi dalam karya-karya lagu berbahasa Jawa yang berlirik liris.

Kesimpulan dari pikiran abstrak ini apa? Entahlah, episode perdana tulisan yang merupakan limpahan overthinking diri sendiri. Kadang dengan dituliskannya pertanyaan-pertanyaan ini, bisa menjadi sebuah kelegaan atau bahkan menemukan jawaban daripada hanya sekedar dipikirkan berputar menghabiskan jam tidur malam.

Kembali ke pembahasan, bahwa manusia sering kali denial dengan perasaan yang dia alami. Kesedihan kadang dipaksakan tersenyum, membangun kesan kepada orang lain bahwa kita sedang baik-baik saja. Pesannya sederhana, bahwa kesedihan tidak perlu selalu dibawa untuk menangis. Untuk melepaskannya, ada hal-hal menyenangkan yang dapat membuat kita lupa akan kesedihan itu, atau bahkan berada pada level menikmati patah hati ketika ikhlas dan menerima keadaan telah berhasil didapatkan. Semua akan lepas pada waktunya, pelan-pelan.

Inilah sedikit pesan dari hati yang pernah remuk dan menemukan salah satu jalan keikhlasan dengan melepaskan emosi dari lagu-lagu semacam ini. Apapun caramu menikmati patah hati, lekas pulih...

Minggu, 04 April 2021

Escape for an Experience – Menjawab Pertanyaan Kenapa #KembaliNgidol

Bagi setiap orang, mereka memiliki berbagai cara dan aktivitas yang dipilih untuk mengalihkan perhatian pikirannya dari berbagai kesibukan dan pusingnya urusan duniawi sejenak. Salah satu yang dicari orang-orang adalah dengan melakukan hobi. Hobi dapat diartikan sebagai kegemaran, sebuah kesenangan istimewa pada waktu senggang. Hobi bukan merupakan pekerjaan utama yang dilakukan oleh manusia, namun ia dapat meningkatkan kualitas hidup manusia, terutama jika mempunyai hobi yang bermanfaat. Manfaat hobi bagi diri sendiri adalah untuk memperoleh keseimbangan hidup.

Berbicara tentang hobi, setiap orang memiliki cara untuk memilih kegiatan apa yang menjadi pilihannya saat senggang. Ada yang memilih melakukan kegiatan-kegiatan memasak, bermain sepak bola, membaca, menonton, fotografi, berkebun, olahraga, dan masih banyak lagi. Biasanya hobi dilakukan untuk memberikan kesenangan setelah melakukan aktivitas seharian yang rumit dan melelahkan.

Salah satu hal yang dianggap sebagai sebuah hobi adalah idoling, terlepas apakah ia dapat didefinisikan sebagai hobi atau tidak. Sebuah konsep yang dilihat masih cukup tabu dibicarakan di Indonesia. Konsep idol ala Jepang yang diadaptasi oleh grup idola JKT48. Bagi penulis memang kebiasaan ini di mata awam terlihat aneh jika disesuaikan dengan budaya di tanah air, bagaimana bisa ada seseorang bisa rela mengorbankan waktu, tenaga, dan materi untuk mendukung idolanya yang bahkan tidak kenal fansnya secara personal. Apalagi jika oshi mengumumkan graduate, perasaan bisa campur aduk dan bahkan jatuh sakit karena terbawa beban pikiran.

Bagaimana penulis melihat idoling ini? Pertanyaan ini sering ditanyakan terutama saat penulis memilih nyemplung lagi di fandom ini setelah hampir 4 tahun vakum dan hanya menjadi pendengar lagu-lagunya tanpa mengikuti kabar perkembangan grup (kecuali saat Shani menjadi center pertama kali, Jiro-san berpulang, dan Melody graduate). Dan apa alasan penulis untuk kembali menikmati “bisnis afeksi semu” ini? Satu kalimat yang dapat mewakili jawaban penulis:

“Escape for an Experience”

Pada dasarnya, alasan penulis untuk kembali dan bertahan untuk ngidol di tengah kondisi pandemi yang tidak terlalu memungkinkan untuk bergerak leluasa adalah dua kata di kalimat tersebut, “Escape” dan “Experience”

a. Escape

Di saat kehidupan peralihan remaja ke dewasa mulai semakin ruwet, ditambah dengan kondisi pandemi yang masih belum pasti, tentu saja membuat penulis jenuh dan ingin mendapatkan semacam pelarian dari kesibukan perkuliahan dan hal-hal lainnya.

Sebenarnya, jika hanya sebatas mendengarkan lagu saja penulis sudah melakukannya bahkan di saat vakum mengikuti perkembangan grup idola tersebut. Namun dinamika di idol group ini, mulai dari member, fans, dan bahkan manajemennya, menarik perhatian penulis untuk kembali mencari kenyamanan dalam kegiatan sampingan ini. Bahkan tubir-tubir fandom yang sering kali tidak penting malah menjadi dinamika baru bagi penulis yang suka mengamati keributan dunia maya. Apakah karena hidup yang terlalu datar atau terlalu kurang pergaulan sampai-sampai dunia pertubiran jadi menarik?

Faktor afeksi semu yang ditawarkan sebagai konsep bisnis idol ala Jepang juga menjadi alasan menjadikannya pelarian setelah mengalami patah hati hebat (alasan ini pernah diungkapkan di artikel perdana #KembaliNgidol). Mmm.... grup musik tanah air mana lagi yang menawarkan delusi sebagai bahan jualannya?

Soal lirik lagu, dari awal yang penulis sukai dari lagu-lagu yang ditulis Aki-P (termasuk yang diterjemahkan dan dibawakan oleh JKT48) adalah makna liriknya yang tidak bisa dicerna sekali-dua kali dan sering kali relate dengan apa yang terjadi di kehidupan dan sekitar itu. Penulis sebenarnya terbuka dengan berbagai macam genre lagu (kecuali genre rock metal) meskipun bertipikal sebagai pendengar yang berhati-hati soal lirik lagu (beberapa lagu JKT48 bahkan sudah masuk blacklist lagu haram secara pribadi).

b. Experience

Dulu, penulis semasa mengikuti JKT48 di 2013-2016 hanya sebatas sebagai fans far dan bocah. Pengalaman terbaik yang pernah didapat hanyalah menonton konser langsung di Semarang (lupa antara tahun 2015-2016), sisanya adalah mengamati dari layar kaca dan media sosial (saat itu bermain Twitter dan Google+). Di awal tahun 2020, kesempatan itu terlihat datang meskipun akhirnya korona menghantam dan meluluhlantakkan rencana pertama, menonton langsung teater dengan modal first experience dari seorang teman kampus.

Suasana JKT48 juga sudah berbeda dengan dulu, meskipun ini adalah pandangan subyektif tapi cukup memengaruhi penulis. Jika dulu meng-oshi­-kan member yang secara umur lebih tua, sekarang meng-oshi-kan dedek-dedek. Agak aneh bagi penulis jika gesrek ke dedek-dedek ini, apalagi teringat dengan adik penulis sendiri yang seumuran dengan member-member ini (sepertinya aturan ini tidak berlaku jika melihat damage Ashel dan Freya. Hahaha).

Dengan kondisi pandemi yang tidak memungkinkan untuk melakukan kegiatan yang berkerumun, JKT48 Operation Team (JOT) sebagai manajemen yang mengelola grup ini melakukan berbagai macam inovasi untuk menikmati “barang jualan”-nya secara daring. Mulai dari streaming show teater, video call sebagai pengganti handshake, live streaming dengan platform Showroom, sampai 2shot bisa dilakukan dengan modal aplikasi Zoom.

Penulis tidak berharap banyak pada event-event offline. Untuk konser, penulis telah memasrahkan kepada konser Semarang sebagai alasan tidak lagi mengharapkan untuk menyaksikan pertunjukan langsung JKT48. Kemudian soal handshake dan 2shot yang bisa berjumpa langsung, dengan kondisi tidak pasti seperti ini penulis hanya mengedepankan soal experience interaksi fans dan member saja. Pengalaman video call sudah cukup untuk merasakan bagaimana bisa mengobrol dan gesrek di depan member meskipun tidak secara langsung. Penulis tidak bisa membayangkan bagaimana gesreknya saat event handshake yang bersentuhan tangan dan bertatapan secara langsung. Membayangkan saja sampai gemetaran. Begitu juga dengan 2shot, cukuplah jika hanya sebatas 2shot online.

Impian terakhir yang masih diperjuangkan adalah menyaksikan langsung show di teater. Mungkin secara suasana akan berbeda mengingat penonton kali ini sangat terbatas hanya 40 orang dan tanpa hi-touch. Meskipun begitu, datang ke tempat sakral bagi fans ini adalah sebuah reward tersendiri. Semoga tahun ini mimpi menyaksikan teater dapat terwujud apapun setlist yang didapat nanti (mau RKJ, SG, ataupun SNM, yang penting Freya dan Ci Shani satu show hehe). Prinsip penulis soal experience di idoling JKT48 adalah “yang penting pernah”, tidak mencari hal lain untuk kondisi seperti saat ini.

Jika ditanya soal uang, penulis memang bukan bagian dari mahasiswa yang uang sakunya masih rutin di tengah pandemi seperti ini. Bahkan, mendapat uang juga kalau semisal ada urusan keluar yang momennya sangat-sangat jarang. Untuk memenuhi hasrat ngidol pun, penulis sering mengambil project-project simpel yang biasanya cukup untuk satu tiket VC atau 3 kali menonton streaming show. Bukankah aneh jika masih menadah tangan ke orang tua hanya untuk sebuah experience yang entah apa gunanya untuk masa depan (menurut sebagian orang)? Selain itu, penulis sendiri tidak pernah spending money di Showroom karena lebih menikmati Showroom member seperti mendengarkan radio.

Ilustrasi : Nugas sambil nonton Showroom

Selain itu, penulis sangat kagum pada kekompakan fanbase saat membuat project demi oshi. Harapan selain pengalaman idoling yang menyenangkan adalah memperluas jaringan pertemanan yang satu frekuensi, mengingat penulis sendiri memang sangat jarang memiliki teman apalagi satu frekuensi dalam hal kesukaan. Kembali lagi, berbicara soal experience namun lebih kepada bagaimana memiliki teman yang memiliki satu minat yang sama serta bagaimana bisa terlibat dalam fanbase untuk kompak memberikan sesuatu untuk oshi.

Pernah terpikir juga oleh penulis, apakah setelah misi “nonton langsung di teater” terwujud kemudian penulis meninggalkan fandom ini? Belum ada jawaban pasti dari penulis, mengingat hampir setahun lebih berkelana tanpa oshi, sekalinya berjumpa malah graduate dan ditinggal nikah, pada akhirnya sekarang menautkan tambatan hati dengan oshihen ke dedek gemas pemilik senyum karamel. Bisa jadi kegiatan ini akan terus berlangsung sampai masanya tiba. Biar waktu yang menjawab.

Senin, 01 Maret 2021

ROMANTISASI PEMECATAN YANG TERLIHAT NIAT! | Ulasan Konser Kelulusan JKT48 "Thank You for the Memories"

Halo! Bagaimana kabar kalian para pembaca? Masihkah sedih terbawa suasana kemarin yang sendu? Semoga hari kalian tetap bisa tersenyum meskipun harus menyembunyikannya di depan umum. Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengomentari tentang konser kelulusan berjamaah member terdampak restrukturisasi, bahasa kasarnya pemecatan massal.

Sekilas, banyak yang bisa diapresiasi dari penyelenggaraan konser kelulusan di teater ini. Dikarenakan konser kali ini benar-benar full streaming online, maka dibuat panggung tambahan di bawah panggung dengan melapisi lantai dengan (semacam vinyl?) berpola cokelat kayu. Penulis sudah menduganya karena tidak mungkin 26 orang berkumpul di satu panggung teater yang terlihat sesak untuk 16 orang. Selain itu, tambahan LED Vertikal di samping yang menampilkan grafis juga menurut penulis sudah sangat baik untuk mengimbangi perluasan panggung.

Sumber : Twitter @MelodyLaksani92
Yang paling mengejutkan adalah bagaimana pergerakan kamera dan lighting tambahan yang menambah feel dalam menonton. Dugaan awal penulis, angle kamera hanya sebatas 3 kamera still sebagaimana live streaming teater biasanya. Namun, jika menilik behind the scene yang ditunjukkan di Twitter Melody dan Instastory official account tampak sangat serius. Untuk bagian ini, penulis benar-benar salut dan banyak juga yang mengapresiasi, ditambah dengan streaming tanpa lag parah sebagaimana kasus SOL/LUNA Desember lalu. Penulis mengalami lag tapi hanya sekali di M08 (Saikou Kayo) dan itupun tidak lama. Masih bisa dimaafkan untuk itu.

Kekurangan paling jelas adalah molornya acara sampai 10 menit. Sangat disayangkan, namun penulis mengapresiasi permintaan maaf yang disampaikan melalui Twitter. Selain itu, di beberapa lagu tampaknya Switcher-nya kebingungan dalam mengalihkan tampilan layar. Entah switcher atau kameramennya. Dalam beberapa lagu terlihat agak kewalahan dengan tidak menyorot center lagunya. Screen time dan blocking yang belum mengakomodasi member akademi yang memilih lagu tersebut juga agak disayangkan.

Member juga diberi kesempatan untuk memilih satu lagu yang ingin mereka bawakan, tapi jika melihat member Academy tidak ada yang membawakan unit song. Semuanya dibawakan langsung oleh satu tim. Meskipun demikian, penulis mengapresiasi performa stabil dan stamina yang kuat dari member Academy yang membawakan 11 lagu beruntun. Apalagi di sini member bernyanyi secara open mic, cukup untuk membungkam suara-suara haters yang bilang JKT48 bisanya lipsync.

Dalam konser kelulusan kali ini dibawakan 30 lagu. Berikut daftarnya (dengan mengomentari beberapa lagu yang dibawakan, tidak semua):

M01. First Rabbit (Team J)

Lagu pertama yang langsung bikin ambyar. Lagu ini dibawakan oleh tim J. Lirik yang menceritakan tentang seseorang yang mencoba mengambil langkah pertama untuk memulai hal baru ini sangat relate kepada 26 member yang akan melanjutkan mimpinya di luar JKT48.

M02. Zetsumetsu Kurokami Shoujo (Gadis Rambut Hitam yang Punah) (Team KIII)

Menggunakan kostum Saka Agari. Penulis tidak banyak mengomentari lagu ini, tidak terlalu familiar dengan lagunya. Hehe.

M03. Kinou Yori Motto Suki (Dibanding Kemarin Semakin Suka) (Team T)

Dari ketiga lagu yang dibawakan tim, pandangan penulis lebih karena lagu yang dibawakan tidak tertebak.

MC1 (Celine, Gaby, Feni, Shani, Gracia, Fiony)

Membicarakan mengenai kenangan bersama teman-teman yang akan lulus. Kemudian dilanjutkan dengan video yang bercerita tentang suasana sekolah dan wisuda di dalam aula. Seperti suasana wisuda pada umumnya, satu per satu member menerima suatu kertas (anggap saja ijazah kelulusan) dari Melody. Video pertama menunjukkan Caithlyn, dan kemudian member lain ditampilkan secara berselingan sebelum perform lagu pilihan mereka.

M04. Tsugi No Season (Musim yang Selanjutnya) (Cathlyn - Academy)

M05. Ponytail to Chouchou (Ponytail dan Shu-shu) (Abel - Academy)

M06. Seishun no Laptime (Laptime Masa Remaja) (Shinta - Academy)

M07. BINGO! (Chalista - Academy)

M08. Saikou Kayo (Luar Biasa!) (Vany - Academy)

Dari lagu ini, performa Vany yang dulu dianggap sebagai “the next Acoustic” terlihat. Terlihat sayang, namun tidak dapat dipungkiri semua sudah kadung terjadi. Entah mengapa penulis memperhatikan di bagian ini

M09. Gomen ne, Summer (Maafkan, Summer) (Febi - Academy)

MC2 (Julie, Lala, Fia, Yori)

Membahas mengenai kenangan dari lagu-lagu yang telah dibawakan. Fia juga bercerita mengenai dia yang lebih memilih shooting Tsugi no Season ketimbang sekolah padahal terancam DO.

M10. Mirai no Kajitsu (Buah Masa Depan) (Nunu - Academy)

M11. Koi no Keikou to Taisaku (Arah Sang Cinta dan Balasannya) (Bri - Academy)

M12. Run! Run! Run! (Puwel - Academy)

MC3 (Brielle, Aya, Nanda, Vivi, Amel)

Membahas mengenai kesan waktu menjadi Academy. Aya belum merasakan Academy, kemudian Nanda yang langsung naik tim, dan Vivi yang menjadi senbatsu single original pertama.

M13. Lay Down (Keisya - Academy)

Satu pertanyaan langsung melintas ketika Academy membawakan lagu ini. Bisa-bisanya “para bocil” membawakan lagu ini. Sebagaimana yang diketahui bahwa lirik Lay Down ini dewasa banget. Dewasa dalam artian kurang cocok dengan yang di bawah umur. Pahamlah dengan apa yang penulis maksud *tersenyum nakal*

M14. RIVER! (Nabira - Academy)

Banyak yang berpendapat bahwa Nabila mulai menemukan passion-nya di JKT48, terutama dengan personanya yang unik. Di lagu ini juga terlihat sekali bagaimana performa Nabila sendiri. Sayang sekali mimpinya harus terhenti di sini.

M15. Pajama Drive (Olla, Ume, Vany)

M16. Tenshi no Shippo (Ekor Malaikat) (Afiqah, Nunu, Adel)

M17. Oshibe to Meshibe to Yoru no Chouchou (Benang Sari, Putik, dan Kupu-kupu Malam) (Brielle - Jinan)

Sebuah kejutan! Sama seperti Lay Down, lirik lagu ini juga cukup *ya begitulah*. Selain itu juga, pemilihan Jinan sebagai couple untuk lagu ini juga tidak pernah terlintas dalam benak penulis. Ada yang berpendapat bahwa sebenarnya Brielle sudah tahu genre mana yang menjadi kekuatannya *tersenyum nakal*. Penampilan Jinan juga berhasil membuat penulis terpukau dan sampai menyebut. Penulis juga tidak mau membanding-bandingkan dengan member lain yang membawakan lagu ini, tapi secara umum memang mantap!

M18. Aozora Kataomoi (Langit Biru Cinta Searah) (Tasya – Gracia, Amel, Ariel, Lala, Jinan, Jesslyn)

M19. Shonichi (Hari Pertama) (Indy – All Gen 6)

Lagu pertama dan terakhir Indy membawakan lagu ini. Sekian komentar penulis di lagu ini.

M20. Love Trip (Lisa - Pilihan)

Selain Lisa yang menjadi center di lagu ini, beberapa member seperti Celine dan Fia tampak mulai menangis. Ya, bukan mau berkomentar apa-apa tapi ini seperti momen yang benar-benar menyedihkan pasti.

MC4 (Afiqah, Tasya, Indy, Lisa, Ume, Keisya)

Membacakan Live Tweet

M21. End Roll (Nanda - Aya, Eli, Gita)

M22. Ame no Doubutsuen (Kebun Binatang Saat Hujan) (Yori, Freya, Jessi, Zee, Christy, Muthe, Olla, Dey)

Satu-satunya lagu yang tertebak karena spoiler dari foto yang diunggah Frieska di Twitter sebelum akhirnya dihapus.

M23. Kenyataan yang Ternoda (Kegarete Iru Shinjitsu) (Fia - Pilihan)

Lagu yang tidak familiar bagi penulis. Lewati saja.

M24. Hayaokuri Calendar (Kalender yang Dipercepat) (Lala - Pilihan)

M25. Haru ga Kuru Made (Sampai Musim Semi Tiba) (Julie - Diani)

M26. Yuuhi Wo Miteiru Ka? (Apakah Kau Melihat Mentari Senja?) (Vivi - Team T)

Penulis kaget ketika Vivi ternyata lebih memilih membawakan Yuuhi wo Miteiru ka? Sebagai lagu pilihannya. Lagu ini seperti sangat mewakili team T yang sudah berada di senjakalanya (untuk ketiga kali). Capek tentunya, tapi hidup harus terus berjalan.

M27. Himawari (Bunga Matahari) (Diani - Gen 5)

Lagu ini dibawakan oleh seluruh anggota generasi 5 yang tersisa. Cukup menyesakkan memang ketika Eve menjadi satu-satunya anggota generasi 5 yang tersisa dan membawakan lagu ini bersama-sama.

M28. Kondokoso Ecstasy (Kali ini Ecstasy) (Amel - Pilihan)

Lagu ini sudah lama tidak penulis dengar. Karena di lokasi penulis sudah magrib jadi tidak terlalu mendengarkan bagaimana pembawaan lagunya. Namun, dengan seifuku gelap membuat pesona Amel berbeda dan terlihat garang. Kenapa baru sekarang aku menyadarinya?

MC5 (Yori, Diani, Lala, Fia, Tasya)

Membicarakan mengenai proses shooting video kelulusan dan menampilkan behind the scene seperti Tasya yang ketiduran, Yori potret pakai kamera, dan lain-lain.

M29. To Be Continued (Aya - Pilihan)

Dari awal lagu, Aya sudah menangis. Celine yang juga menangis sampai diusap oleh Aya sendiri. Yang menjadi the best moment di lagu ini adalah saat Aya mencium dan memeluk Christy. Seperti chemistry sayang yang tidak dibuat-buat

MC6 (Gaby, Jessi, Christy, Zee)

Menceritakan cara terbaik membuat kenangan terindah bersama seseorang. Masing-masing bercerita.

M30. Sakura no Hanabiratachi (Kelopak-Kelopak Bunga Sakura)

Sumber : Twitter @officialJKT48 (nggak sempat capture, keburu mewek)

Lagu penutup wajib di acara kelulusan ini dibawakan oleh 26 member yang akan lulus dengan menggunakan dress. Menempati stage atas dan bawah. Kemudian ditutup oleh ucapan dari Yori dan Lala, Aya menutup dengan Se no. Video penutup member yang lulus dengan Melody, ceritanya foto bersama.

Mengomentari konsep video, penulis lebih melihat kepada kecocokan antara lokasi sekolah dengan seifuku yang digunakan. Penulis masih belum paham mengapa dengan latar belakang sekolah negeri (Penulis pernah menyampaikan di Twitter bahwa lokasi yang digunakan adalah SMAN 31 Jakarta, sebagaimana yang terlihat di foto promosi H-2 dan H-1) mereka memilih menggunakan seifuku sekolah ala Jepang dengan menyesuaikan tiap tim.

Misalkan dengan opsi pertama, jika tetap menggunakan seifuku ala Jepang mungkin bisa menggunakan latar sekolah internasional semisal Jakarta Japanese School yang pernah dipakai di MV ‘Sedikit Saja I Love You’. Atau juga studio ala-ala. Atau dengan opsi kedua, menyesuaikan dengan menggunakan seifuku lokal SMA yang bisa saja setiap member pasti punya masing-masing. Ini hanya semisalnya, tapi sudah kadung jadi mau bagaimana lagi.

Selain itu, absennya Kinal sebagai Kepala Sekolah JKT48 Academy juga membuat penasaran penulis walau hanya muncul di member Academy semisal. Setidaknya keberadaannya lebih sesuai jika terkait dengan momentum wisuda. Coba bayangkan jika wisuda sekolah kalian tanpa kehadiran kepala sekolah, terasa aneh. Hanya Melody yang muncul di video ini. Meskipun begitu, konsep secara umum sudah baik. Mungkin di momen kali ini penulis berkomentar agak baik kepada JOT setelah restrukturisasi.

Oh iya, dari catatan penulis viewers-nya tertulis 5531. Jika dikali harga tiket, pendapatan kotor mencapai 276,55 juta. Masih kotor, tapi okelah.

Thank You!